Mewujudkan
sebuah perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, beragama dan bernegara
bagi seluruh rakyat Indonesia seharusnya menjadi satu misi sekaligus
tantangan bagi remaja dan setiap generasi penerus bangsa saat ini dan
masa yang akan datang. Melalui misi inilah pluralisme menjadi sangat
penting sebagai mainstream untuk jalan perdamaian. Pluralisme akan
mendialektikakan gagasan kepentingannya dalam mewujudkan kesamaan hak
dan keadilan bagi sesama tanpa membeda-bedakan latar belakang suku,
agama, dan ras.
Dalam kehidupan sehari hari, harus kita sadari
memang ada perbedaan yang mendasar antar warga negara yang terkait
dengan suku, agama dan ras, juga ada aktor yang menjadi pengembang,
penggembira, pemicu konflik atas kepetingan ekonomis, politis, juga
visiologis. Dalam kontek ini sering kali kita terlambat menyadari bahwa
kita juga berada di pusaran arus kepentingan, yang akhirnya menyeret
kita pada berfikir, bertindak yang kurang kritis terhadap tujuan
pluralisme itu sendiri.
Salah satu yang menjadi penyebab tidak
terjadinya penghormatan dan penghargaan atas keberagaman adalah kuatnya
pemahaman fundamentalisme di tingkat individu maupun kelompok dalam
kehidupan bermasyarakat, beragama dan bernegara. Fundamentalisme
mengandung di dalamnya nilai-nilai patriarchal dan feodal.
Fundamentalisme juga menganut faham anti demokrasi, anti pluralisme dan
anti multikulturalisme. Indonesia memiliki potensi menghadapi masalah
global yaitu konflik fundamentalisme dan anti pluralisme yang terjadi di
beberapa wilayah.
Sebagai suatu konsep, fundamentalisme
seringkali terkait dengan fenomena keagamaan; penolakan terhadap dunia
sebagai reaksi terhadap perubahan sosial dan kultur yang
dipersepsikannya sebagai krisis dan reaksi defensif dengan berupaya
mempertahankan atau merestorasi tatanan sosial masa lalu yang diidealkan
atau diimajinasikan sebagai yang paling otentik dan benar.
Ketidaktoleran
atas keberagaman itu bisa berasal dari perbedaan agama, suku, ras dan
budaya. Dalam konteks konflik antar masyarakat banyak terjadi di lokasi
yang mengalami ekskalasi konflik yang sangat tinggi. Kasus konflik antar
masyarakat di Indonesia yang berdimensikan SARA sering timbul secara
sporadis ataupun masif seperti konflik di Aceh, Poso, Dayak, dan Ambon.
Itulah sebabnya perlu adanya mainstream dan gerakan pluralisme yang
dimulai sejak usia dini (remaja).
Perserikatan Bangsa-bangsa
mendefinisikan anak muda sebagai individu berumur 15-24 tahun. Remaja
dan dewasa muda masuk di dalamnya. Pada 2005, jumlah pemuda-pemudi di
seluruh dunia tercatat 1,02 miliar orang atau 15,8 persen dari populasi
dunia yang berjumlah 6,47 miliar orang. Jumlah anak muda pada tahun 2025
diperkirakan melonjak menjadi 1,22 miliar. (sumber: situs web
Perserikatan Bangsa-bangsa).
Remaja sebagai bagian komunitas
aktif yang ada di sebuah negara, masih cukup minim mendapat pengetahuan
dan pemahaman tentang pluralisme. Ada beberapa persoalan krusial yang
menjadi penyebab remaja kurang paham tentang nilai nilai pluralisme,
Pertama; Remaja sering dianggap sebagai sosok yang tidak tau apa apa,
kelompok/ komunitas yang mendapat stigma negatif dan terpinggirkan dari
masyarakat, Kedua; Pemerintah Indonesia kurang melibatkan peran remaja
dalam proses pembangunan perdamaian, Ketiga; Sistem pendidikan yang
kurang mempertajam pemahaman remaja tentang pluralisme sesuai dengan
konteksnya.
Minimnya pemahaman dan praktek sikap saling
menghormati perbedaan dan keberagaman oleh remaja akan membawa dampak
yang cukup besar bagi masa depan Negara Indonesia. Bagaimanapun juga
remaja adalah calon generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan cita
cita mewujudkan perdamaian di seluruh pelosok Indonesia dan dunia.
Ada
beberapa dampak yang akan timbul ketika remaja sudah mulai cuek dan
tidak peduli akan pentingnya nilai nilai pluralisme di tingkat internal
dan eksternal negaranya. Pertama; Semakin menguatnya benih benih konflik
fundamentalisme yang bisa berdampak laten bagi kehidupan bermasyarakat
dan bernegara kedepan, yang pada giliranya akan terjadi naiknya eskalasi
konflik kekerasan berbasis perbedaan suku, agama, ras yang dilakukan
oleh negara pada rakyat nya atau dilakukan masyarakat sipil kepada
masyarakat sipil lain. Kedua; Remaja akan mudah terprovokasi oleh
kelompok kelompok fundamentalis eklusif yang tidak menghargai perbedaan,
pada situasi ini akan mudah terjadi mis komunikasi dan dis informasi
antar remaja di Indonesia. Ketiga; Munculnya berbagai bentuk
dis-orientasi di berbagai kalangan masyarakat, misalnya, menurunnya
penghargaan terhadap suku dan kebudayaan orang lain, memojokkan kaum
minoritas, kekerasan terhadap kelompok suku tertentu.
Salah satu
cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan serta memperkuat pemahaman
remaja tentang gerakan pluralisme adalah melalui radio komunitas. Radio
komunitas ini dapat digunakan oleh berbagai komunitas kepentingan, baik
berbasis komunitas kelas sosial, maupun komunitas sektoral kepentingan,
serta komunitas yang homogen (satu entitas yang sama misal; sama
pekerjaan, sama afiliasi ideologi, sama afiliasi politik atau sama
hobi), juga berbasis komunitas territorial/ wilayah.
Radio
komunitas yang dimaksud adalah radio yang keberadaan nya dibutuhkan
sebagai manifestasi dari kesadaran masyarakat akan hak informasi dan
pengelolaan informasi yang berimbang, dalam cara berfikir seperti ini
masyarakat yang mengelola informasi melalui radio komunitas akan
memperjuangkan kepentingan perdamaian sehingga radio komunitas akan
menjadi media pengembangan budaya damai komunitas, penguat inkulturasi
dan akulturasi budaya antar komunitas, dan media dokumentasi perdamaian
komunitas.
Selanjutnya melalui Radio Komunitas, remaja bisa
dilibatkan dalam pengelolaan program gerakan pluralisme, seperti
produksi ILM, Feature maupun Talkshow interaktif. Untuk membangun remaja
pluralis kita juga perlu mengajak seluruh radio komunitas yang ada di
Indonesia untuk bersama sama menjadi jembatan komunikasi antar remaja
Indonesia yang ada di seluruh pelosok negeri.
Diharapkan dengan
adanya penyediaan dan sharing informasi antar remaja Indonesia melalui
radio komunitas akan membangun pemahaman dan mainstream pluralisme
remaja sejak usia dini, sehingga remaja tidak mudah terprovokasi oleh
beberapa kelompok kepentingan politik kekuasaan, ekonomi kapitalistik
yang memanfaatkan mereka. Serta bertujuan untuk mewujudkan generasi
penerus yang menghormati kesetaraan, keadilan dan penghormatan
kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Rabu, 17 Agustus 2011
Membangun Remaja Indonesia Yang Pluralis Melalui Radio Komunitas
Diposting oleh
RADIO SUARA WARGA KEDUNGREJO NGANJUK
di
01.03
0 komentar
Posting Komentar