Blogroll

Radio SWK FM Inspirasi Dinamika Orang Nganjuk

Rabu, 16 Mei 2012

Siaran Pers No. 42/PIH/KOMINFO/5/2012 Penjelasan Kementerian Kominfo Mengenai Penanganan Pelanggaran Penggunaan Frekuensi Penerbangan


Terkait dengan berbagai komentar mengenai dugaan sementara terjadinya musibah pesawat Sukhoi Super Jet 100 (SSJ-100) baru-baru ini, di antaranya yang mengkaitkan kemungkinan adanya interferensi atau gangguan spektrum frekuensi radio yang terhubung ke dan dari pesawat Sukhoi tersebut, Kementerian Kominfo memandang perlu untuk menyampaikan penjelasan secara lengkap sebagai berikut:
  1. Kementerian Kominfo sejauh ini tidak ingin berspekulasi tentang kemungkinan dugaan musibah tersebut terkait dengan penggunaan spektrum frekuensi radionya, karena semuanya itu menjadi ranah dan kewenangannya KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) yang saat ini sedang melakukan investigasi bersama berbagai instansi terkait. Dan Kementerian Kominfo tetap berkomitmen sepenuhnya membantu, karena berdasarkan Radio Regulation ITU, frekuensi komunikasi dan navigasi penerbangan pada servis radio AM(R)S dan AN(R)S dikategorikan sebagai frekuensi keselamatan. Setiap administrasi diwajibkan untuk melindungi frekuensi ini dari gangguan serta mengambil tindakan segera untuk menghilangkan gangguan dari frekuensi ini. Lebih lanjut disebutkan, bahwa UU Telekomunikasi, khususnya yang menyangkut pelarangan gangguan (interferensi) frekuensi radio juga disebut secara jelas pada Pasal 33 Ayat (2) dan Pasal 38. Pasal 33 Ayat (2) menyebutkan, bahwa penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu. Sedangkan Pasal 38 menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi. Sehingga seandainya ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan spektrum frekuensi radio tidak berizin, atau mungkin sudah berizin namun tidak sesuai dengan peruntukannya, melebihi power yang ditentukan dan atau menggunakan perangkat yang tidak resmi bersertifikat dari Kementerian Kominfo, maka akan dikenai sanksi pidana sebagaimana disebutkan pada UU Telekomunikasi, khususnya Pasal 53 ayat (1) yang menyebutkan, barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Juga disebutkan pada ayat (2), bahwa apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling Iama 15 (lima belas) tahun.
  2. Dengan demikian, Kementerian Kominfo tidak ada ampun (toleransi) sedikitpun terhadap pelanggaran yang dimaksud, apalagi hingga menyebabkan korban jiwa.
  3. Kementerian Kominfo bersikap, bahwa tidak benar pernyataan yang disampaikan oleh pilot penerbang Garuda Sdr. Adrian Jeffery Asmara dalam berbagai media massa sejak tanggal 12 Mei 2012, bahwa  udara  Indonesia adalah seperti  neraka  bagi penerbangan pesawat. Untuk meng-clear-kan pernyataan tersebut, Humas Kementerian Kominfo bersama Sdr. Adrian Jeffery Asmara telah hadir sebagai  nara sumber yang diundang resmi oleh Stasiun Televisi Berlangganan BERITA SATU pada acara dialog interaktif di Studio BERITA SATU pada tanggal 14 Mei 2012 malam jam 20.00 s/d. 20.30. Baik saat live ataupun saat break, Humas Kementerian Kominfo sempat mempertanyakan esensi "neraka" tersebut, dan Sdr. Adrian Jeffery Asmara kemudian memperhalus pernyataannya dengan cara yang santun dan menyampaikan permohonan ma'af yang disaksikan langsung oleh pemandu acara (Sdr. Rudy Andanu dari BERITA SATU). Humas Kementerian Kominfo sangat keberatan dengan pernyataan yang sangat berlebihan tersebut mengingat tidak sesuai fakta yang terjadi dan masalah tersebut solved saat itu, karena Humas Kementerian Kominfo juga mengakui bahwasanya sering ada gangguan adalah benar, tetapi tidak ekstrem seperti pernyataan Sdr. Adrian Jeffery Asmara. Melalui acara tersebut dan juga di berbagai media, Humas Kementerian Kominfo menyanggah pernyataan, bahwa suara pembicaraan telefon seluler telah banyak yang masuk saat penerbangan berlangsung. Bahwasanya saat kritikal yaitu jelang take off perangkat seluler sudah harus dimatikan hingga suatu pesawat mencapai akhir penerbangan adalah benar, tetapi pembicaraan telefon seluler yang dimaksud (masuk ke cockpit pesawat tersebut)  bukan langsung berasal dari pembicaraan telefon seluler ataupun FWA (Fixed Wireless Access) tetapi yang mungkin masuk ke suatu stasiun radio tertentu  di darat yang kemudian karena interferensi dengan komunikasi penerbangan maka berakibat langsung masik ke komunikasi di cockpit pesawat.
  4. Meskipun sejauh ini tidak ada fakta yang membuktikan bahwa akibat pelanggaran (interferensi) frekuensi radio telah menyebabkan korban jiwa (dan itu tentu saja tidak dikehendaki), tetapi Kementerian Kominfo tetap sangat ketat melakukan pengawasan, yang tidak bersifat pasif tetapi tetap pro aktif tanpa harus menunggu keluhan dari pihak otoritas bandara, karena salah satu kewajiban dan tugas pokok rutin setiap hari dari kantor Loka dan Balai Monitoring Frekuensi Radio Kementerian Kominfo yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia adalah melakukan monitoring dan pengawasan penggunaan spektrum frekurensi radio. Kewajiban Kementerian Kominfo dan seluruh jajarannya, khususnya oleh Loka dan Balai Monitoring Frekuensi Radio tersebut adalah sesuai dengan UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan, bahwa pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spectrum frekuensi radio dan orbit satelit.
  5. Instruksi pengawasan secara terus-menerus tersebut adalah dengan tujuan agar supaya Balai Monitoring dan Loka Minitoring Kementerian Kominfo senantiasa tetap berupaya untuk melindungi frekuensi ini dari gangguan yang terjadi, baik karena berdasarkan hasil monitoringnya setiap hari maupun berdasarkan laporan gangguan yang berasal dari dalam negeri dan juga laporan gangguan yang berasal dari luar negeri. Penrgasan pengawasan tersebut kemudian dituangkan dalam Surat Edaran Dirjen Pos dan Telekomunikasi No. 176/SE/DIRJEN/KOMINFO/3/2007 tentang Penanganan Gangguan Komunikasi Penerbangan. SE yang ditanda-tangani oleh Basuki Yusuf Iskandar selaku Dirjen Postel pada tanggal 14 Maret 2007 dan kini masih berlaku adalah sebagai berikut:
    1. Kepada seluruh Kepala Balai Monitoring dan Kepala Loka Ditjen Postel segera mengambil langkah-langkah pengawasan dan pengendalian dalam rangka mencegah dan menangani gangguan dengan segera terhadap pita frekuensi radio peruntukan penerbangan terutama pada pita frekuensi 108   - 137 MHz, yang disebabkan oleh radio komunikasi yang bekerja di pita lainnya berupa sinyal liar (spurious emission).
    2. Melakukan koordinasi dengan pihak instansi terkait dalam rangka mengatasi terjadinya gangguan.
    3. Memberitahukan dalam bentuk pengumuman kepada pengguna frekuensi radio yang diduga berpotensi penyebab gangguan terhadap pita frekuensi radio peruntukan penerbangan.
    4. Menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal cq. Direktur Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit hasil pencegahan dan penanganan gangguan.
  6. Kementerian Kominfo senantiasa waspada dan penuh perhatian dalam melakukan pencegahan setiap gangguan frekuensi radio yang timbul termasuk pada pita frekuensi radio layanan penerbangan. Gangguan yang seringkali ditemukenali antara lain disebabkan ulah orang-orang yang tidak bertanggung-jawab. Kementerian Kominfo senantiasa sigap dalam mengatasi setiap gangguan tersebut sesuai prosedurnya dengan tujuan untuk memberi rasa aman baik kepada setiap pengguna frekuensi radio terutama yang telah berizin termasuk dalam hal ini untuk layanan penerbangan. Berdasarkan penangangan gangguan frekuensi penerbangan oleh Balai Monitoring dan Loka Monitoring Frekuensi Radio Kementerian Kominfo telah terdeteksi bahwa sumber gangguan pada frekuensi penerbangan berasal dari sebagian di antaranya pemancar Radio FM, khususnya yang beroperasi secara illegal (tidak berizin), ataupun yang berizin tetapi beroperasi diluar ketentuan teknis atau menggunakan perangkat yang tidak standard. Selain itu juga disebabkan oleh penggunaan radio komunikasi pada frekuensi penerbangan, seperti misalnya komunikasi kapal nelayan pada pita HF penerbangan dan juga penggunaan Studi Transmitter Link pada frekuensi VHF Penerbangan
  7. Khusus gangguan dari Radio FM, yang disebabkan oleh pemancar yang tidak berizin, maka umumnya sebagian peralatan radio ini tidak diinstal dengan baik ataupun tidak dioperasikan sesuai persyaratan, ataupun kondisi perangkat yang tidak sesuai dengan standard yang berlaku. Akibatnya sering terjadi spurious emission frekuensi yang timbul pada frekuensi penerbangan. Gangguan dari radio FM ini biasanya mengganggu frekuensi komunikasi penerbangan pada pita 118-137 MHz ataupun frekuensi navigasi pada pita 108-118 MHz.
  8. Penyebab lain dari gangguan frekuensi penerbangan adalah penggunaan frekuensi secara illegal oleh kapal nelayan pada frekuensi penerbangan di pita HF. Gangguan ini menyebabkan tertutupnya komunikasi HF pada penerbangan dan biasanya dapat mengganggu komunikasi penerbangan di negara lain. Beberapa komplain dari administrasi telekomunikasi negara lain telah diselesaikan tetapi kendala luasnya lautan serta tidak adanya prasarana monitoring frekuensi di laut menyebabkan tingkat kesulitan yang sangat tinggi untuk mengatasi hal ini.
  9. Gangguan yang berasal dari pemancar FM merupakan masalah besar yang harus diselesaikan. Masalah ini tidak bisa hanya diselesaikan melalui penertiban maupun sosialsisasi saja oleh Balai Monitoring dan Loka Monitoring Kementerian Kominfo. Banyaknya pihak yang terlibat dalam kepentingan radio FM menyebabkan tidak mudah mengatasi masalah ini. Oleh karena itu perlu kesadaran bersama antara KPID, KPI maupun Pemda agar tidak memberikan peluang ataupun kepada radio yang belum memiliki ISR untuk dapat memancar. Sejak reformasi, jumlah pemancar FM berkembang sangat luar biasa termasuk dengan pemancar illegal. Mudahnya pembuatan radio FM oleh masyarakat membuat potensi gangguan terhadap frekuensi penerbangan semakin besar. Penerbitan izin radio siaran yang tidak dikoordinasikan dengan Kementerian Kominfo menambah semakin rumitnya persoalan penanggulangan gangguan frekuensi penerbangan.
  10. Di sisi lain, Kementerian Kominfo menyampaikan himbauan kepada PT Angkasa Pura I (sedangkan bandara-bandara di bawah lingkungan PT Angkasa Pura II baru saja sepenuhnys memiliki ISR) untuk secepatnya menyelesaikan pengurusan izin untuk mendapatkan ISR karena agar para otoritas bandara untuk dapat memenuhi kewajibannya memiliki izin frekuensi radio, sesuai dengan yang diwajibkan dalam UU Telekomunikasi tanpa pengecualian. Padahal jika terjadi gangguan frekuensi, Balai Monitoring dan Loka Monitoring Kementerian Kominfo selalu hadir untuk mengatasi masalah tersebut. Ini perlu dipertegas, karena setiap penggunaan spectrum frekuensi radio wajib dilengkapi ISR (tanpa terkecuali ATC, ILS / Instrument Landing System, radar dan lain sebagainya). Balai Monitoring dan Loka Monitoring Frekuensi di beberapa daerah tertentu sering melakukan pengecekan di beberapa bandara tertentu, mengingat setiap laporan gangguan wajib menyertakan Nomor Client dan Nomor ISR. Meskipun demikian demi keselamatan, Balai Monitoring dan Loka Monitoring tetap melakukan penanganan gangguan frekuensi penerbangan meskipun bandara tidak dilengkapi dengan izin stasiun radio, sebagaimana pada umumnya selalu ada surat respon positif ucapan terima-kasih dari PT Angkasa Pura kepada Balai Monitoring dan Loka Monitoring seperti yang terakhir pernah dikirimkan oleh PT Angkasa Pura I tertanggal 23 April 2012 kepada Balai Monitoring Frekuensi Radio di Surabaya atas tuntasnya penanganan gangguan frekuensi pemancar localizer ILS Bandara Juanda Surabaya. Artinya penanganan gangguan frekuensi tersebut dilakukan secara sangat serius.
  11. Melalui Siaran Pers ini kembali disampaikan sejumlah fakta kejadian dan penanganan oleh Kementerian Kominfo yang pernah terjadi beberapa waktu lalu. Beberapa kasus penanganan gangguan frekuensi oleh Balai Monitoring dan Loka Monitoring Frekuensi Radio Kementerian Kominfo pada tahun 2011 – 2012 adalah sebagai berikut:
    1. Radio Komunitas RBR pada frekuensi 91.7 MHz menyebabkan gangguan (spurious emission) pada frekuensi penerbangan 121.835 MHz. Tindakan : penghentian pancaran oleh Balmon Banten.
    2. Radio Komunitas Dini FM pada frekuensi 102.8 MHz menyebabkan gangguan (spurious emission) pada frekuensi penerbangan 123.400 MHz. Tindakan : penghentian pancaran oleh Balmon Banten.
    3. Radio Komunitas Kurnia FM pada frekuensi 104.8 MHz menyebabkan gangguan (spurious emission) pada frekuensi penerbangan 123.400 MHz Bandara Soekarno Hatta. Tindakan : penghentian pancaran oleh Balmon Banten.
    4. Radio RSAL/RKPD, Nganjuk pada frekuensi 105.30 MHz menyebabkan gangguan (spurious emission) pada frekuensi penerbangan 119 MHz. Akibatnya: gangguana komunikasi penerbangan pada lintasan Surabaya-Jakarta/Semarang. Tindakan: pemancar radio telah disegel dan ditertibkan oleh Balai Monitoring Surabaya.
    5. Radio TOP FM, Tuban pada frekuensi penerbangan 99.6 MHz menyebabkan gangguan (spurious emission)pada frekuensi penerbangan 116 MHz dan 124.5 MHz. Akibatnya: gangguan komunikasi penerbangan pada lintasan Surabaya-Jakarta/Semarang. Tindakan: pemancar radio telah disegel dan ditertibkan oleh Balai Monitoring Surabaya.
    6. Radio Indo FM, Tuban pada frekuensi 102.1 menyebabkan gangguan (spurious emission) pada frekuensi penerbangan 123.55 MHz dan 121.9 MHz. Akibat: gangguan komunikasi penerbangan pada lintasan Surabaya-Jakarta/Semarang. Tindakan: pemancar radio telah disegel dan ditertibkan oleh Balai Monitoring Surabaya.
    7. Radio Malawati RKPD – Bojonegoro, Jawa Timur pada frekuensi 99,9 MHz menyebabkan gangguan (spurious emission) pada frekuensi penerbangan 117.55 MHz dan 118.3 MHz. Tindakan: pemancar radio telah disegel dan ditertibkan oleh Balai Monitoring Surabaya
    8. Radio SGR FM,Sidoarjo pada frekuensi 94.3 MHz menyebabkan gangguan (spurious emission) pada frekuensi penerbangan 118 MHz. Tindakan: pemancar radio telah disegel dan ditertibkan Balmon Surabaya.
    9. Penggunaan Studio Transmitter Link pada frek 110 MHz oleh Radio Indo Gaul FM yang menghubungkan studio siaran yang berada di Jl. Laban Kulon GG.II Menganti ke pemancar yang berada di Pacet Mojokerto. Akibat : Gangguan Frekuensi Pemancar Localizer ILS Bandara Juanda Surabaya.Tindakan: penyitaan dan penertiban oleh Balai Monitoring Surabaya.
  12. Beberapa penanganann gangguan frekuensi penerbangan lain yang telah ditangani oleh Balai Monitoring Kominfo sebelum tahun 2011 antara lain adalah:
    1. Dalam Siaran Pers Ditjen Postel No. 30/DJPT.1/KOMINFO/3/2007 tertanggal 13 Maret 2007, Kementerian Kominfo pernah mempublikasikan adanya pemberitahuan resmi dari Kepala Cabang PT. Angkasa Pura II perihal Gangguan Frekuensi Tower Halim (Airband 118.3 MHz). Sebagai tindak lanjutnya, Balai Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel (yang menerima surat tersebut tanggal 9 Maret 2007), langsung melakukan pemantauan sejak tanggal 9 Maret 2007 tersebut untuk penanganan gangguan frekuensi 118.3 MHz yang digunakan oleh PT. Angkasa Pura II. Pengamanan pita frekuensi radio untuk layanan penerbangan dimanapun di wilayah negeri ini dianggap vital dan urgent mengingat dampaknya yang dapat menimbulkan kerugian jiwa dan harta benda. Apalagi gangguan frekuensi radio muncul di Bandara Halim Perdana Kusuma yang merupakan bandara utama untuk keperluan penerbangan VVIP. Pada akhirnya gangguan frekuensi radio yang diakibatkan adanya emisi spurious tersebut telah dapat diatasi dengan baik melalui analisa dan pendeteksian di lapangan secara seksama. Sumber gangguan frekuensi radio telah dilakukan tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    2. Pada Nopember 2005 pernah terjadi gangguan frekuensi radio layanan penerbangan, kali ini gangguan terjadi di Bandara Sultan Babullah Ternate. Secara cepat aparat Loka Monitoring Frekuensi Kementerian Kominfo di Ternate melakukan analisan dan pendeteksian terhadap gangguan frekuensi radio yang disebabkan oleh emisi spurious tersebut telah ditemukenali berasal dari sebuah stasiun penyiaran yang telah berizin. Kementerian Kominfo telah mengambil tindakan tegas terhadap stasiun penyiaran tersebut untuk segera menghentikan siaran dan memperbaiki aspek teknis pemancarnya sampai gangguan benar-benar dinyatakan hilang.
    3. Selain itu, Kementerian Kominfo juga pernah memperoleh surat pengaduan dari Ororitas Bandara Singapura terhadap gangguan penggunaan frekuensi radio yang diduga berasal dari wilayah Indonesia (di sekitar perairan wilayah Kepulauan Riau) dan mengganggu komunikasi menara pengawas penerbangan di Bandara Changi sekitar tahun 2004 maupun hal serupa terhadap Bandara Husein Sastranegara di Bandung juga sekitar tahun 2004, namun kesemuanya itu langsung dapat diatas

--------------
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Tel/Fax: 021.3504024).
Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika di Wisma ITC Lt. 4, JI. Abdul Muis No.8 Jakarta Pusat 10110 Telp./Fax. 021 - 34832531 / 34832532

0 komentar

Posting Komentar